Affiliation:
1. Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dan Politik Universitas Terbuka, Indonesia
2. Postgraduate Student, Doctoral Program in Public Administration,, Indonesia
3. Open University of Indonesia, Indonesia
Abstract
AbstrakProblem: Konflik pertanahan sudah sejak dulu menjadi pemasalahan yang tak kunjung usai. Bahkan di masa pandemi, KPA mencatat peningkatan konflik agraria yang dipicu perebutan lahan, baik untuk tujuan ekonomi, maupun untuk tujuan kepentingan umum. Penelitian bertujuan mempelajari model kebijakan yang selama ini dilaksanakan oleh pejabat daerah sehingga mampu menjawab pertanyaan mengapa konflik pertanahan tidak kunjung selesai.Temuan: Kebijakan distribusi lahan merupakan kebijakan warisan jaman kolonial. Kebijakan ini dipergunakan hingga era kemerdekaan hingga era reformasi. Meskipun sudah ada kebijakan desentralisasi, namun penyusunan rencana tata ruang wilayah tak kunjung selesai dan diperparah klaim tumpeng tindih lahan antar kementerian. Sementara masyarakat ada yang sudah bermukim di lahan tak bertuan. Hal ini menimbulkan celah kekosongan hukum ketika terjadi konflik warga dengan perusahaan. Berdasarkan temuan beberapa literatur, pemerintah daerah selalu mengupayakan penyelesaian konflik melalui jalan tengah yang sering diingkari di kemudian hari oleh pihak korporasi. Pemerintah daerah perlu menerapkan penyelesaian konflik dengan melibatkan para pemangku kepentingan secara kolaboratif, bahkan pelibatan akademisi perlu diikutsertakan dalam pemberdayaan masyarakat desa. Keywords: konflik agrarian, model kebijakan, komunikasi, kolaborasi, musyawarah, mufakat
Publisher
Institute of Research and Community Services Diponegoro University (LPPM UNDIP)
Subject
General Earth and Planetary Sciences,General Environmental Science