Author:
Azis Vicky Alvian Abdul,Abrianti Sharda
Abstract
Perdagangan merupakan sektor jasa yang memberikan kontribusi dalam kegiatan ekonomi. Pengambilan suatu kebijakan perdagangan dalam lingkup nasional ataupun internasional merupakan hal vital bagi negara Indonesia dalam mementingkan pembangunan nasional ke depannya. Tahun 2019, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor nikel yang menguasai 37,2% perdagangan dunia. Namun sebelum tahun 2020, Indonesia rupanya masih mengekspor dalam bentuk bijih/ore. Oleh karena itu, melalui ketentuan Pasal 62A Peraturan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah memberlakukan larangan ekspor nikel dengan kadar <1,7% mulai 1 Januari 2020. Percepatan ini menyebabkan Uni Eropa mengajukan konsultasi melalui Dispute Settlement Understanding (DSU) yang membahas pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Indonesia, salah satunya Pasal XI:I General Agreement on Tariffs and Trade 1994 mengenai larangan pembatasan kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis, terdapat General Exceptions yang diatur dalam Pasal XX poin (g) dan (i) GATT dengan beberapa syarat bahwa kebijakan tersebut sebagai bentuk perlindungan sumber daya alam tidak terbarukan dan menjaga kuantitas produk essensial dalam negeri. Sehingga pelarangan ekspor nikel kadar <1,7% bukan merupakan pembatasan kuantitatif melainkan pembatasan kualitatif.
Cited by
3 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献