Islam dan Pancasila Pasca Reformasi

Author:

Arif Syaiful

Abstract

Abstrak Perdebatan antara Islam dan Pancasila mengemuka kembali dalam kancah perpolitikan nasional mutakhir. Artikel ini menganalisis penyebab dan aktor yang memunculkan perdebatan antara Islam dan Pancasila serta respon Nahdlatul Ulama terhadapnya. Dengan analisis kualitatif, studi ini menemukan munculnya tantangan ideologis oleh gerakan Islam trans-nasional yang membenturkan agama dan dasar negara. Pancasila dinilai sebagai ideologi yang sekular karena tidak berasal dari wahyu, sedangkan Islam jelas bersumber dari wahyu. Maka berbagai gerakan seperti Hizbut Tahrir Indonesia, Ikhwanul Muslimin hingga Wahabisme menyebarkan propaganda agar umat Muslim menolak Pancasila dan mengidealkan Islam sebagai dasar negara. Perdebatan ini telah jauh hari dijawab oleh Nahdlatul Ulama (NU). Melalui Munas Alim Ulama NU tahun 1983, NU menegaskan keselarasan Islam dan Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dimaknai sebagai cerminan dari tauhid, sehingga meskipun dasar negara ini bukan agama. Tetapi ia merupakan cerminan dari nilai-nilai fundamental agama. Di tengah tantangan ideologis dari trans-nasionalisme Islam ini, pemikiran NU tentang Pancasila menjadi sangat relevan untuk dipahami dan disosialisasikan.   Abstract The debate between Islam and Pancasila has always resurfaced in the recent national politics.  The article analyses the factors and actors that emerge in this debate and how Nahdlatul Ulama responds to it. By qualitative research, this study found the emergence of ideological threats by transnational Islamic movements which trigger a clash between religion and the foundation of the state. Pancasila is considered as a secular ideology because it does not come from the revelation. In fact, Islam clearly comes from a revelation.  Some various movements such as Hizbut Tahrir Indonesia, Ikhwanul Muslimin to Wahabism have actively disseminated their propaganda to reject Pancasila and idealize Islam as the basis of the state. This debate has long been answered by the Nahdlatul Ulama (NU). Through the NU National Conference of Ulama in 1983 , it emphasized the harmony of Islam and Pancasila. The first principle of Pancasila, Belief in the Almighty God, is interpreted as a reflection of tauhid, even though the basis of this country is not religion.  But it is a reflection of the fundamental values ​​of religions.  In the midst of the ideological challenges of Islamic trans-nationalism, NU's thoughts on Pancasila are very relevant to be understood and socialized.

Publisher

Tashwirul Afkar, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Cited by 2 articles. 订阅此论文施引文献 订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献

同舟云学术

1.学者识别学者识别

2.学术分析学术分析

3.人才评估人才评估

"同舟云学术"是以全球学者为主线,采集、加工和组织学术论文而形成的新型学术文献查询和分析系统,可以对全球学者进行文献检索和人才价值评估。用户可以通过关注某些学科领域的顶尖人物而持续追踪该领域的学科进展和研究前沿。经过近期的数据扩容,当前同舟云学术共收录了国内外主流学术期刊6万余种,收集的期刊论文及会议论文总量共计约1.5亿篇,并以每天添加12000余篇中外论文的速度递增。我们也可以为用户提供个性化、定制化的学者数据。欢迎来电咨询!咨询电话:010-8811{复制后删除}0370

www.globalauthorid.com

TOP

Copyright © 2019-2024 北京同舟云网络信息技术有限公司
京公网安备11010802033243号  京ICP备18003416号-3