Affiliation:
1. Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Abstract
Tindakan Pemerintah menerbitkan Permenaker 18/2022 yang mengatur formulasi upah minimum tahun 2023 menuai polemik. Kebijakan ini didukung sebagian besar serikat pekerja karena berimbas pada kenaikan UMP dan UMK dengan margin lebih tinggi dibanding kebijakan sebelumnya, namun ditolak oleh mayoritas organisasi pengusaha karena menyimpangi PP 36/2021 tentang Pengupahan. Artikel ini meninjau formula penetapan upah minimum 2023 dari kerangka kebijakan pengupahan, dan menemukan bahwa kebijakan ini lebih memberikan rasa keadilan dan membawa kemanfaatan jika dibandingkan dengan formula menurut PP 36/2021 maupun PP 78/2015. Variabel alfa (a) dalam formula upah minimum 2023 membuka ruang dialog dan negosiasi tripartit yang telah lama terkunci dalam Dewan Pengupahan. Hal ini diharapkan akan mampu merevitalisasi peran Dewan Pengupahan, dan karenanya kebijakan formulasi upah minimum 2023 penting untuk dipertahankan.
Publisher
Institute of Research and Community Services Diponegoro University (LPPM UNDIP)