Affiliation:
1. Fakultas Hukum IAIN Semarang
Abstract
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22/PUU-XV/2017 membawa angin segar bagi para pencari keadilan di negeri ini. Majelis hakim MK menetapkan bahwa pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada frasa “usia 16 (enam belas) tahun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta memerintahkan kepada legislatif untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang perkawinan khususnya pada rumusan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Setelah rumusan batas minimal perkawinan bagi perempuan ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, selanjutnya patut ditelaah dan dianalisis bagaimana konsekuensi dan dampak putusan tersebut bagi Undang-Undang Perkawinan dan peraturan-peraturan yang terkait. Idealnya setelah putusan Mahkamah Konstitusi ini dimuat dalam berita negara Indoneisa maka para pembentuk Undang-Undang segera melaksanakan kehendak putusan tersebut demi menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Publisher
Universitas PGRI Semarang
Reference21 articles.
1. Assiddiqie, Jimly, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta:
2. Konstitusi Press, 2005
3. Djamilah dan Reni Kartikawati, Dampak Perkawinan Anak di Indonesia, Jurnal Studi Pemuda Vol. 3 No. 1 Mei 2015
4. Ferejohn, John, Law, Legislation and Political Theory, dalam Modern Political Economy, Banks and E Hanushek., ed, Cambridge: Cambridge University Press, 1995
5. Kapitan, R, Kekuatan Mengikat Putusan Constitutional Review Mahkamah