Abstract
Lima dasar Negara Indonesia yang disebut dengan Pancasila merupakan ideologi negara yang tidak dapat ditawar. Lahir dari kebutuhan Negara akan nilai-nilai tetap yang dapat menyatukan kemajemukan warga Negaranya. Pancasila lahir bukan dari angan-angan belaka namun dari realiatas-realitas yang dipadatkan menjadi nilai-nilai yang ajeg. Soekarno, Mohammad Yamin dan Soepomo disebutkan sebagai aktor intelektual lahirnya Pancasila yang disampaikan dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Hasil dari sidang tersebut adalah Pancasila yang saat ini diketahui bersama oleh rakyat Indonesia yaitu, ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan penulisan artikel ini hendak menyingkap lahirnya Pancasila dari kaca mata Dialektika Hegel melalui pengkajian terhadap realitas sosial pada masa lahirnya Pancasila. Dari hasil kajian tersebut ditemukan, Proses lahirnya Pancasila tidak lepas dari dialektika antara tesis dan antithesis sehingga pada akhirnya memunculkan sintesis. Hal yang abstrak bertemu dengan realitas baik realitas keberagamaan atau realitas kenegaraan bahkan realitas sosial maka akan melahirkan nilai-nilai hasil dari kompromi bukan saling menegasikan, yang Hegel sebut dengan Aufgehoben.Perjalanan Pancasila sebagai sebuah ideologi negara dapat dianalisis secara filosofis. Kesimpulannya, Pancasila bukanlah doktrin yang lahir dari keangkuhan para penguasa, melainkan lahir dari kebutuhan Negara yang dibidani salah satunya oleh proses yang sangat rasionalis.
Cited by
1 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献