Author:
Adiyanto Wiwid,Nuzuli Ahmad Khairul
Abstract
AbstrakPenelitian ini merupakan kajian teks dengan analisis framing Robert N Entman dengan Teori Agenda Setting untuk menggambarkan proses seleksi dan realitas media. Objek penelitian ini adalah laporan utama majalah Tempo edisi 20-26 Januari 2020 terkait kasus yang melibatkan Harun Masiku. Hasil peneitian ini memperlihatkan Tempo cenderung mengemas berita yang menyorot pemerintah tidak serius dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Indonesia. Tempo menyikapi kasus suap yang menyorot Harun Masiku sebagai permasalahan kekuasaan dari partai PDIP yang merambah pada beberapa institusi terkait. Harun Masiku dilihat hanya sebagai salah satu aktor kekuasaan yang sebenarnya ada pada kekuasaan terstruktur yang saling berkaitan, termasuk kaitannya dengan presiden dan DPR. Tempo memposisikan KPK secara institusi menjadi korban dari kekuasaan luar yang masuk dalam institusi KPK yang seharusnya independen. Pada akhirnya Tempo menyorot rekomendasi agar kasus Harun Masiku diusut tuntas, termasuk penindakan pada aktor lain yang terkait. Tempo melihat kekuasaan tersebut sebagai strategi yang dirancang secara sistematis yang dimulai dari perubahan Undang-Undang terkait KPK yang justru melemahkan KPK.Kata Kunci: Harun Masiku, PDIP, KPK, Tempo, Framing AbstractThis research is a text study with Robert N Entman's framing analysis with Agenda Setting theory to describe the selection process and media reality. The object of this research is the main report of the 20-26 January 2020 edition of Tempo magazine regarding the case involving Harun Masiku. The results of this research show that Tempo tends to publish news that highlights that the government is not serious in eradicating corruption, collusion and nepotism (KKN) in Indonesia. Tempo is addressing the bribery case that highlighted Harun Masiku as a problem of power from the PDIP party which has penetrated several related institutions. Harun Masiku is seen only as one of those power actors who actually have structured powers that are interrelated, including those with the president and the DPR. Tempo has positioned the Corruption Eradication Commission as an institution as a victim of outside powers that enter the KPK institution, which should have been independent. In the end, Tempo highlighted a recommendation that the Harun Masiku case be thoroughly investigated, including the prosecution of other related actors. Tempo sees this power as a systematically designed strategy that starts with the amendment of the Law on the Corruption Eradication Commission which actually weakens the KPK.Keywords: Harun Masiku, PDIP, KPK, Tempo, Framing
Publisher
Universitas Dian Nuswantoro
Cited by
1 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献