Author:
Moh. Mahdy Abyyu ,Yunitasari Anggraeny ,Velysa Novita Hariyanto
Abstract
Kemiskinan menjadi keterbatasan masyarakat pinggir bergabung dalam dunia kerja dan dipersulit dengan kompleksitas kualifikasi kerja perusahaan (Ijazah pendidikan). Angka kebutuhan ekonomi tinggi dan sedikitnya lapangan pekerjaan mempersulit kesempatan bertahan hidup, sehingga menganggur menjadi kepasrahan untuk dilakukan. Dalam upaya bertahan hidup, kondisi mepet menyempitkan jarak pandang pikiran sehingga semua jalan akan ditempuh, sehingga muncul fenomena pengemis yang menyebar di alun-alun kota Jember. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan memahami fenomena pengemis yang dibahas dari sudut pandang pelaku, yang bertujuan mengungkap kehidupan sebenarnya pengemis di Alun-alun kabupaten Jember. Penelitian ini mengambil sudut pandang teori dramaturgi dari Erfing Goffman yang memandang kehidupan sebagai panggung sandiwara. Label pengemis tidak melulu perihal kemiskinan. Beberapa oknum memanfaatkan “pekerjaan” pengemis sebagai jalan untuk malas bekerja, padahal secara kualifikasi dia mampu. Dalam penelitian ini, kesimpulan diambil bahwa pengemis di Alun-alun Jember tidak semua adalah masyarakat miskin dengan keterbatasan dalam bekerja, masih terdapat masyarakat dengan kondisi mampu menjual harga dirinya dengan menjadi pengemis dengan dalih penghasilan yang lebih menjanjikan. Selain itu, tidak ada upaya yang cukup efektif dari satpol PP dalam menindaklanjuti fenomena pengemis. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah Kabupaten Jember agar dapat menerapkan kebijakan hukum yang tepat berkaitan dengan fenomena pengemis dan sedikitnya lapangan pekerjaan.
Publisher
Politeknik Pratama Purwokerto
Cited by
1 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献