Author:
Assidiq Fajar,Triguswinri Krisnaldo
Abstract
Dampak implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Menyertakan Keterwakilan Perempuan Minimal 30 persen (Affirmatif Action) dinilai berdampak pada aspek kuantitatif, namun pada aspek kualitatif. Hal ini terjadi karena penerapan kebijakan ini cenderung diartikan sebagai pelunasan administratif oleh partai politik (parpol) peserta pemilu. Hingga akhirnya muncul kenyataan bahwa memang pertumbuhan rekrutmen politik di daerah meningkat, namun dalam konteks kontestasi politik jarang sekali kandidat perempuan pendatang baru dari hasil rekrutmen politik tersebut yang memenangkan kontestasi. Kondisi tersebut tidak bisa terlepas dari perkembangan kontestasi politik Indonesia yang mengarah kepada politik plutokrasi, sehingga hanya kandidat yang memiliki modal materil kuat saja yang mungkin memenangkan kontestasi politik. Oleh karena itu, sulit rasanya bagi kandidat perempuan yang mereka bukan merupakan kandidat petahana, oligarki maupun yang merepresentasikan oligarki untuk dapat memenangkan kontestasi politik. Pada akhirnya, kontestasi mereka hanya sebatas “pelengkap penderita.” Contoh konkret kenyataan tersebut adalah penyelenggaraan Pileg 2019 di Cilacap. Dalam hal ini, meskipun kuota 30 persen dipenuhi sebagai syarat, yang berdampak pada cukup banyaknya caleg perempuan pendatang baru yang mengikuti kontestasi, namun yang memenangkan kursi parlemen DPR-RI hanya tiga orang, yaitu; 1) Teti Rohatiningsih, istri Bupati Cilacap, Tatto Suwarto Pamuji; 2) Novita Wijayanti, caleg petahana dan anak perempuan oligarki Cilacap, Franz Lukman; 3) Siti Mukaromah, caleg petahana yang merepresentasikan kekuatan politik Nahdliyin di Cilacap dan mendapatkan sokongan penuh dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Namun demikian, dalam penulisan artikel ini akan lebih banyak menyoroti fenomena kandidasi Teti Rohatiningsih. Hal tersebut dilakukan atas urgensi meskipun Teti Rohatiningsih merupakan caleg perempuan pendatang baru, namun berhasil “lolos” kebijakan zip sistem dengan mendapatkan nomor urut kecil (2). Selain itu, Teti Rohatiningsih juga berhasil menang dengan predikat suara terbanyak. Kemenangan ini disinyalir karena melibatkan latar belakang suaminya untuk pengadaan patronase dan klientelisme sebagai alat mobilisasi suara. Oleh karena itu, untuk menjangkau kekayaan data tersebut, artikel ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendeskipsikan fenomena sosial yang bersifat holistik dalam natural setting.
Cited by
1 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献