Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi image repair Polri dalam Tragedi Kanjuruhan. Banyak pihak menyayangkan peristiwa ini, hingga saling lempar tanggung jawab pun terjadi, termasuk anggapan bahwa kepolisian dianggap bersalah karena melanggar aturan FIFA mengenai tembakan gas air mata. Tentu, akibat peristiwa ini citra kepolisian dipertaruhkan dan pemulihan citra pun diperlukan. Dengan menggunakan metode analisis isi kualitatif melalui teks yang diterbitkan Kompas.com periode 1 Oktober – 1 November 2022, diperoleh hasil bahwa pihak Polri berfokus pada pengembalian citra dengan banyak menggunakan strategi-strategi seperti simple denial, provocation, defeasibility, good intention, bolstering, compensation dan corrective action. Namun, hasil juga menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dan pengabaian strategi permintaan maaf atau mortification oleh Polri. Padahal, strategi ini sangat diperlukan ketika organisasi dilanda suatu krisis.
Publisher
Universitas Islam Balitar
Reference25 articles.
1. Ardiyanti, H. (2014). Keberpihakan televisi pada pemilu presiden 2014. Info Singkat Pemerintahan Dalam Negeri, 6(10), 17-20.
2. Benoit, W. L., Gullifor, P., & Panici, D. (1991). President Reagan’s defensive discourse on the Iran–Contra affair. Communication Studies, 42, 272–294.
3. Benoit, W. (1997). Image repair discourse and crisis communication. Public Relations Review, 23(2), 177-186. DOI : 10.1016/S0363-8111(97)90023-0
4. Benoit, W. L., & Pang, A. (2008). Crisis communication and image repair discourse. In T. L. Hansen-Horn & B. D. Neff (Eds.), Public relations: From theory to practice (pp. 244–261). Boston, MA: Pearson.
5. Berelson, B. (1952). Analysis research. Hafner Press.