Abstract
Abstract
After a century of modification, the gamelan semara pagulingan of Kamasan village, Bali, scarcely resembles its original form, and many of its discarded components have been incorporated into other gamelan. Its undeniable continuity, therefore, must be defined by different criteria. In this article, I propose an approach to the lives of musical instruments predicated not upon material or sonic taxonomies, which are ill-equipped to account for the gamelan’s perpetual transformation, but rather on its condition as a nonhuman person. I argue that as a living subject its construction is never finished but instead unfolds over the course of its life as an ongoing process.
Abstrak. Setelah mengalami perubahan selama satu abad, seperangkat gamelan semara pagulingan dari desa Kamasan, Bali, hampir tidak menyerupai bentuk aslinya, dan banyak bagian gamelan yang sudah usang digabungkan dalam perangkat gamelan lainnya. Oleh karena itu, kepribadiaan gamelan asli, yang tetap ajek, harus ditentukan melalui kriteria yang berbeda. Dalam artikel ini, saya mengusulkan metode baru untuk memahami riwayat hidup alat musik tertentu yang tidak didasarkan pada sistem penggolongan baik bentuk fisik maupun suara, yang tidak dapat menjelaskan perubahan gamelan yang terusmenerus. Melainkan, saya menyarankan bahwa sebagai pelaku yang hidup, pembuatannya tidak akan pernah berakhir, tetapi sebaliknya, berlanjut selama hidupnya sebagai proses yang tidak henti-hentinya.
Publisher
University of Illinois Press
Subject
Music,Anthropology,Cultural Studies
Cited by
2 articles.
订阅此论文施引文献
订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献