Sengketa Kewenangan Penyidikan Dalam Rangka Pemberantasan Korupsi

Author:

Desianto Ratman

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi seringkali terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam penyidikan tindak korupsi antar Polri, Kejaksaan, dan KPK. Contoh kasus korupsi pimpinan anggota DPRD Kota Surakarta Periode 1999-2004 ditangani oleh Polwil Surakarta. Sedangkan, kasus korupsi Mantan Walikota Surakarta masa jabatan 2000-2005 ditangani oleh Kejaksaan. Selanjutnya, pada kasus korupsi Deputi Gubernur BI tahun 2008 ternyata ditangani oleh KPK. Tiga contoh kasus tersebut merupakan contoh ketumpangtindihan kewenangan antar lembaga dalam kasus yang sama yaitu penyidikan tindak pidana korupsi. ketumpangtindihan wewenang penyidikan tindak pidana korupsi juga terlihat pada perseteruan KPK dan Polri dalam kasus korupsi simulator SIM. Dengan adanya ketumpangtindihan kewenangan dalam Tindak pidana korupsi, penulis memfokuskan tulisan ini pada apa yang menjadi akar penyebab sengketa kewenangan antar Polri, Kejaksaan, dan KPK. Untuk menemukan fokus artikel ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Di samping itu, penulis juag menggunakan asas preferensi hukum. Dalam artikel ini, penulis menemukan bahwa akar penyebab terjadinya sengketa kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh Polri, Kejaksaan dan KPK adalah kekaburan beberapa pasal dalam Undang-undang kewenangan pada masing-masing institusi sehingga menyebabkan terjadinya konflik kewenangan yang terjadi antara institusi penyidik dalam tindak pidana korupsi. Adapun cara penyelesaian terhadap sengketa kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi antar institusi terkait dapat dilakuakan dengan tiga cara yaitu; pertama, dengan mengubah/mencabut pasal tertentu yang mengalami disharmoni atau seluruh pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, oleh lembaga/instansi yang berwenang membentuknya;. Hal ini dapat dilakukan oleh Presiden dan disetujui oleh DPR dengan terbitnya UU baru. Kedua, dengan mengajukan permohonan uji materil kepada lembaga yudikatif. Cara ketiga, dengan menggunakan teori lex specialis derogat legi generali. Artinya, karena kewenangan Polri dan Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi termasuk lex generali, sedangkan KPK termasuk lembaga lex specialis, sehingga apabila terjadi sengketa kewenangan antar lembaga, maka KPK yang paling berhak untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.

Publisher

Universitas Warmadewa

Subject

General Medicine

Cited by 1 articles. 订阅此论文施引文献 订阅此论文施引文献,注册后可以免费订阅5篇论文的施引文献,订阅后可以查看论文全部施引文献

同舟云学术

1.学者识别学者识别

2.学术分析学术分析

3.人才评估人才评估

"同舟云学术"是以全球学者为主线,采集、加工和组织学术论文而形成的新型学术文献查询和分析系统,可以对全球学者进行文献检索和人才价值评估。用户可以通过关注某些学科领域的顶尖人物而持续追踪该领域的学科进展和研究前沿。经过近期的数据扩容,当前同舟云学术共收录了国内外主流学术期刊6万余种,收集的期刊论文及会议论文总量共计约1.5亿篇,并以每天添加12000余篇中外论文的速度递增。我们也可以为用户提供个性化、定制化的学者数据。欢迎来电咨询!咨询电话:010-8811{复制后删除}0370

www.globalauthorid.com

TOP

Copyright © 2019-2024 北京同舟云网络信息技术有限公司
京公网安备11010802033243号  京ICP备18003416号-3