Abstract
Perumpamaan sepuluh gadis selalu dibaca dengan pendekatan alegoris; bahwa lima gadis bodoh yang tidak mempersiapkan minyak ketika menanti sang mempelai adalah gambaran manusia yang tidak siap sedia dalam menantikan kedatangan Kerajaan Allah; lima gadis bijaksana lainnya adalah mereka yang siap; dan mempelai laki-laki yang disejajarkan dengan figur Yesus. Namun pembacaan demikian menghilangkan “ketegangan” yang muncul. Dengan pendekatan tafsir naratif-kritis, artikel ini menawarkan pembacaan bahwa elemen “kejahatan” justru hadir dalam perumpamaan sepuluh gadis. Kejahatan itu terletak pada sikap tidak welas asih yang ditunjukkan oleh lima gadis bijaksana dan mempelai laki-laki. Elemen kejutan seperti 1) Tidak adanya mempelai perempuan, 2) Siapakah kesepuluh gadis?, 3) Siapakah penjual minyak yang buka tengah malam? 4) Pesta apa yang diadakan tengah malam, dan 5) Keterlambatan mempelai laki-laki akan dijawab dalam artikel ini. Artikel ini juga menawarkan pandangan bahwa Matius 25:31-46 justru merupakan ‘kesimpulan’ dari perumpamaan sepuluh gadis, dan lima gadis bijaksana serta mempelai laki-laki gagal melakukannya.
Publisher
Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu
Reference43 articles.
1. Adamczewski, Bartosz. The Gospel of Matthew: A Hypertextual Commentary. Oxford: Peter Lang Edition, 2017.
2. Balabanski, Vicky. Eschatology in the Making Mark, Matthew, and the Didache. Cambridge: Cambridge University Press, 1997.
3. ———. “Opening the Closed Door: A Feminist REreading of the ‘Wise and Foolish Virgins’ (Mat. 25. 1-13).” In The Lost Coin - Parables of Women, Work, and Wisdom, edited by Mary Ann Beavis, 71–97. London: Sheffield Academic Press, 2002.
4. Barus, Armand. Perumpamaan Yesus. Jakarta: Scripture Union Indonesia, 2018.
5. Basser, Herbert W., and Marsha B. Cohen. The Gospel of Matthew and Judaic Traditions: A Relevance-Based Commentary. Leiden: Brill, 2015.